Minggu, Desember 6

membangun karakter di TK



A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pendidikan karakter adalah sesuatu yang penting dalam membangun kembali peradaban bangsa. Banyak bangsa yang maju di dunia yang berawal dari karakter unggul yang dimiliki warganya. Bangsa yang ingin maju, berdaulat, dan sejahtera membutuhkan karakter yang kuat. Kesejahteraan sebuah bangsa bermula dari karakter kuat warganya (Marcus Tutillus 106-43 SM). Ungkapan ini disampaikan dalam rangka mengingatkan seluruh warga kekaisaran Roma tentang perlunya praktik kebajikan. Kemajuan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekayaan sumber alam, kompetensi, dan kecanggihan teknologi tetapi yang utama dan terutama adalah karena dorongan semangat dan karakter bangsanya. Billy Graham menyatakan : “Bila harta hilang, sesungguhnya tak ada yang hilang, bila kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang tapi bila karakter hilang maka sesungguhnya, segalanya telah hilang.”
Pembentukan karakter harus dimulai dari membangun potensi nilai-nilai spritual, mengasah dan membangkitkan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual yang sudah diberikan Tuhan sebagai fitrah manusia sejak lahir melalui pendidikan yang utuh dan menyeluruh (holistik). Dalam prosesnya sendiri fitrah yang alamiah ini berupa potensi pemberian Tuhan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Maka sangat penting adanya sinergitas dan keutuhan dari tri pusat pendidikan dalam membentuk anak Indonesia yang cerdas, handal berdaya saing dan berkarakter unggul. Jadi Pendidikan karakter bukan hanya tugas guru di sekolah, akan tetapi harus merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa.
Pembentukan karakter bangsa meru­pakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003 dikatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Makna ungkapan tersebut begitu dalam dan sangat mulia, karena dalam tujuan pendidikan tersebut terkandung prinsip keseimbangan. Pendidikan kita tidak hanya untuk membentuk anak-anak yang hanya pinter dan cerdas saja, tetapi juga berkepribadian dan berkarakter/ berakhlak mulia, sehingga melalui pendidikan ini diharapkan akan muncul generasi yang cerdas dari sisi intelektual, emosional dan spritual. Dengan kata lain insan Indonesia yang cerdas, handal, berdaya saingdan berakhlak mulia.
Pendidikan karakter haruslah dimulai sejak dini, salah satunya di sekolah TK, karena usia dini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh instrumen besar manusia terbentuk, bukan kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak– anak yang baik (insan kamil) .Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup, misalnya saja mengajarkan anak cara mencuci tangan. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana cara membangun karakter di sekolah taman kanak- kanak (TK).
B.     ISI
1.      Tinjauan Teori
a.       Pengertian
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan bukan hanya merupakan sarana menstransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi).
Pendidikan karakter berasal dari gabungan kata pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan karakter merupakan sifat– sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut Dennis Coon karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dalam bermasyarakat. Sedangkan pendidikan karakter menurut Ahmad Sudrajat(2010) (www.Pendidikankarakter.org) adalah suatu system penanaman nilai– nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemaunan dan tindakan untuk melaksanakan nilai– nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Menurut Gutama Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai dan sikap, bukan pengajaran sehingga memerlukan pola pembelajaran fungsional dan keteladanan.
Pendidikan karakter menuntut pelaksanaan oleh 3 (tiga) pihak secara sinergis , yaitu: orang tua, satuan/ lembaga pendidikan , dan masyarakat. Materi dan pola pembelajarannya disesuaikan dengan pertumbuhan psikologis peserta didik.. Menurut (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010) Pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari– hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter ini berkutat pada empat hal yaitu olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga. Olah hati yang dimaksud adalah berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir artinya cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memilki cita-cita. Sedang olah raga artinya menjaga kesehatan di tengah-tengah menggapai cita-cita tersebut.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010). Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Kesimpulan yang bisa penulis sampaikan adalah bahwa Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak– anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan social kemasyarakatan menjadi lebih baik dan manusiawi.
Taman kanak- kanak atau disingkat TK adalah jenjang pendidikan anak usia dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
b.      Sistem Pembelajaran di TK
Lama masa belajar seorang murid di TK biasanya tergantung pada tingkat kecerdasannya yang dinilai dari rapor per semester. Secara umum untuk lulus dari tingkat program di TK selama 2 (dua) tahun, yaitu:
·         TK 0 (nol) Kecil (TK kecil) selama 1 (satu) tahun
·         TK 0 (nol) Besar (TK besar) selama 1 (satu) tahun
Umur rata-rata minimal kanak-kanak mula dapat belajar di sebuah taman kanak-kanak berkisar 4-5 tahun sedangkan umur rata-rata untuk lulus dari TK berkisar 6-7 tahun. Setelah lulus dari TK, atau pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah lainnya yang sederajat, murid kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi di atasnya, yaitu Sekolah Dasar atau yang sederajat.
Di TK, siswa diberi kesempatan untuk belajar dan diberikan kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan usia pada tiap-tiap tingkatannya. Siswa diajarkan mengenai hal-ihwal berikut ini:
·         Agama,
·         Budi bahasa,
·         Berhitung,
·         Membaca (mengenal aksara dan ejaan),
·         Bernyanyi,
·         Bersosialisasi dalam lingkungan keluarga dan teman-teman sepermainannya, dan
·         Berbagai macam keterampilan lainnya.
c.       Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasikan dari sumber-sumber berikut ini:
·         Agama
·         Pancasila
·         Budaya
·         Tujuan Pendidikan Nasional
Berdasarkan keempat sumber nilai di atas , teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan karakter bangsa sebagai berikut ini:
·         Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
·         Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
·         Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
·         Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
·         Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
·         Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
·         Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
·         Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama Hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
·         Rasa Ingin Tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatuyang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
·         Semangat Kebangsaan : Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
·         Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
·         Menghargai Prestasi : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
·         Bersahabat/ Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
·         Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
·         Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
·         Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
·         Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
·         Tanggung-jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Kaitan dengan karakter building
a.       Tujuan Pendidikan Karakter di TK
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak– anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Dalam Penulisan ini, akan penulis sampaikan secara rinci tujuan pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini (TK) :
1.      Mengembangkan potensi kalbu/ afektif/ nurani peserta didik.
2.      Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik.
3.      Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik.
4.      Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
5.      Mengembangkan lingkungan hidup sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.


b.      Pentingnya Pembangunan Karakter
Dahulu, keberhasilan anak-anak dianggap sebagai akibat dari tingginya tingkat IQ, sehingga fokus pendidikan lebih dititik beratkan pada aspek akademik saja. Namun kepercayaan itu sudah tergoyahkan, sebab ternyata IQ hanya memberikan kontribusi 20% saja dari keberhasilan manusia di masyarakat, sedangkan 80% lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ) (Goleman dalam Megawangi, 2010). Kecerdasan emosi adalah karakter atau dalam bahasa agamanya akhlak mulia. Hasil penelitian George Boggs juga menunjukkan bahwa ada 13 faktor penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja, dan ternyata dari 13 faktor tersebut, 10 diantaranya (hampir 80%) adalah kualitas karakter seseorang, dan hanya 3 yang berkaiatan dengan faktor kecerdasan (IQ). Faktor-faktor tersebut adalah:
·         Jujur dan dapat diandalkan
·         Bisa dipercaya dan tepat waktu
·         Bisa menyesuaikan diri dengan orang lain
·         Bisa bekerjasama dengan atasan
·         Bisa menerima dan menjalankan kewajiban
·         Mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri
·         Berpikir bahwa dirinya berharga
·         Bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif
·         Bisa bekerja mandiri dengan supervise minimum
·         Dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya
·         Mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan) – IQ
·         Bisa membaca dengan pemahaman memadai – IQ
·         Mengerti dasar-dasar matematika (berhitung) – IQ
Oleh karena itu, program pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah adalah sangat tepat, untuk menyelamatkan bangsa ini. Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Menurut Ratna Megawangi, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehingga anak beresiko besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini, maka penanaman karakter yang baik di usia prasekolah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
c.       Membangun Manusia Berkarakter
Sebagai suatu konsep akademis, karakter memiliki makna substantif dan proses psikologis yang sangat mendasar. Aristoteles menyebut pengertian karakter yang baik adalah kehidupan berperilaku baik dan penuh kebajikan, berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta), dan terhadap diri sendiri (Kemendiknas, 2010:14). Menurut Ratna Megawangi, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”) dimulai sejak anak dilahirkan. Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Singkatnya membangun karakter memerlukan sebuah proses yang simultan dan berkesinambungan melibatkan seluruh aspek yaitutahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik. Menurut dokumen Desain Induk Pendidikan Karakter terbitan Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengambil keputusan yang baik, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karakter harus dibangun sejak dini. Menurut Montessori otak anak seperti “the absorbent mind”. Bahkan bayi yang berusia 2-3 minggu sudah mampu meniru mimik muka orang tua disekitarnya. Masa-masa dimana anak cepat sekali meniru, maka memberikan pendidikan karakter sedini mungkin penting dilakukan. Ibaratnya, otak anak adalah sponge. Sponge yang kering kalau dimasukkan ke dalam air akan cepat sekali menyerap air. Seandainya sponge itu diletakkan di air jernih, yang diserap juga air jernih. Jika diletakkan diair selokan, yang diserap juga air selokan. Inilah sebabnya, begitu efektifnya kita mengajar anak-anak usia dini tentang hal-hal yang baik. Pada masa emas ini kita coba memberikan sebanyak mungkin air jernih (kebaikan) kepada anak agar dampaknya dalam otak anak adalah kejernihan (yang baik-baik saja). Untuk membangun kepribadian/ karakter diperlukan kerjasama dari semua pihak, baik keluarga, lembaga pendidikan, maupun masyarakat dan lingkungan.
3.      Pembahasan
Karakter building di TK dalam hal ini salah satu nya menggunakan Pendekatan integratif mendasarkan dari asumsi bahwa anak-anak, operasi berfikirnya adalah konkret, manipulatif dan terpadu (Piaget) Oleh karena itu, pembelajaran yang relevan untuk anak-anak adalah pembelajaran integratif. Materi pelajaran yang selama ini abstrak di awang- awang dijadikan konkret dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Penyatuan pembelajaran seperti ini merupakan prakondisi penerapan konsep pendidikan integratif. Setiap topik dibahas secara komprehensif dari berbagai dimensi sesuai taraf pikir anak. Mengkaji buah sawo di kebun, menanam dan mengamati tumbuh kembang sayur bayam di lahan tanam, mencermati dan memberi makan ikan dikolam akan mengantar anak pada aspek pengembangan kognitif, afektif, psikomotor, akhlaq hingga karakter. Mengajak anak mengamati anak ayam yang baru menetas jelas tidak hanya membutuhkan ilmu pengetahuan tetapi juga menyaksikan peristiwa kemahakuasaan Allah yang amat menggetarkan kalbu. Melalui pola belajar seperti tersebut, rasa ingin tahu anak akan terpupuk, motivasi belajarpun tumbuh. Penanaman nilai- nilai karakter juga terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Kegiatan pembelajaran pada anak juga senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangannya. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan. Contohnya, jika anak melakukan kegiatan makan siang bersama dan dilanjutkan dengan pembelajaran cuci piring. Maka dalam kegiatan tersebut, anak mengembangkan aspek:
·         Moral/ agama : mengerti tata cara makan yang baik dan benar, membiasakan berdoa sebelum dan sesudah makan
·         Kesehatan: membiasakan anak- anak untuk mencuci tangan sebelum makan, dan sesudah makan.
·         Sosial/ emosional, dan kedisiplinan : menolong diri sendiri, melatih kesabaran dan toleransi berbudaya antri menunggu giliran mengambil menu makan siang
·         Bahasa: mengenal kosakata tentang nama makanan, peralatan makan, dan peralatan mencuci piring
·         Kognitif: mengerti manfaat makan dan mengerti manfaat hidup sehat dan bersih
·         Motorik : belajar memegang sendok, belajar mencuci piring
Kegiatan yang dilakukan dengan pendampingan guru ini, sekaligus menanamkan nilai-nilai karakter kemandirian, religius, disiplin dan tanggung jawab. Serta membudayakan cuci piring sebagai media pembelajaran siswa.
Contoh lainnya adalah pada kegiatan rutin di sekolah yaitu pembiasaan mengucap salam apabila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman. Melalui kegiatan beribadah bersama atau shalat bersama, berdoa waktu mulai dan selesai berkegiatan. Pembiasaan hidup bersih dan sehat dilakukan dengan pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain), budaya cuci tangan, budaya menggosok gigi, serta aksi bersih-bersih lingkungan yang rutin dilakukan di sekolah. Kemandirian juga ditanamkan dengan pembiasaan menata sepatu dan tas pada tempatnya, mengembalikan dan merapikan alat bermain setelah digunakan, belajar makan dan mencuci piring sendiri.
C.    KESIMPULAN
Pendidikan karakter di TK pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak– anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.


DAFTAR PUSTAKA
Hasmawati, Ratna. (2013). Membangun Karakter Pada Usia Emas. [Online].Tersedia:http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fkip201017.pdf ( 3 Desember 2015)
Wikipedia. Taman Kanak- Kanak. (online). Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_kanak-kanak ( 3 Desember 2015)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar